Minggu, 30 September 2012

Tugas Pertama

Nilai Dan Norma Adat Istiadat Tumpeng Tumpeng adalah cara penyajian nasi beserta lauk-pauknya dalam bentuk kerucut; karena itu disebut pula 'nasi tumpeng'. Olahan nasi yang dipakai umumnya berupa nasi kuning, meskipun kerap juga digunakan nasi putih biasa atau nasi uduk. Cara penyajian nasi ini khas Jawa atau masyarakat Betawi keturunan Jawa dan biasanya dibuat pada saat kenduri atau perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia mengenal kegiatan ini secara umum.Tumpeng biasa disajikan di atas tampah (wadah bundar tradisional dari anyaman bambu) dan dialasi daun pisang. Sejarah Masyarakat di pulau Jawa, Bali dan Madura memiliki kebiasaan membuat tumpeng untuk kenduri atau merayakan suatu peristiwa penting. Meskipun demikian kini hampir seluruh rakyat Indonesia mengenal tumpeng. Falsafah tumpeng berkait erat dengan kondisi geografis Indonesia, terutama pulau Jawa, yang dipenuhi jajaran gunung berapi. Tumpeng berasal dari tradisi purba masyarakat Indonesia yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam para hyang, atau arwah leluhur (nenek moyang). Setelah masyarakat Jawa menganut dan dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu, nasi yang dicetak berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung suci Mahameru, tempat bersemayam dewa-dewi. Meskipun tradisi tumpeng telah ada jauh sebelum masuknya Islam ke pulau Jawa, tradisi tumpeng pada perkembangannya diadopsi dan dikaitkan dengan filosofi Islam Jawa, dan dianggap sebagai pesan leluhur mengenai permohonan kepada Yang Maha Kuasa. Dalam tradisi kenduri Slametan pada masyarakat Islam tradisional Jawa, tumpeng disajikan dengan sebelumnya digelar pengajian Al Quran. Menurut tradisi Islam Jawa, "Tumpeng" merupakan akronim dalam bahasa Jawa : yen metu kudu sing mempeng (bila keluar harus dengan sungguh-sungguh). Lengkapnya, ada satu unit makanan lagi namanya "Buceng", dibuat dari ketan; akronim dari: yen mlebu kudu sing kenceng (bila masuk harus dengan sungguh-sungguh) Sedangkan lauk-pauknya tumpeng, berjumlah 7 macam, angka 7 bahasa Jawa pitu, maksudnya Pitulungan (pertolongan). Tiga kalimat akronim itu, berasal dari sebuah doa dalam surah al Isra' ayat 80: "Ya Tuhan, masukanlah aku dengan sebenar-benarnya masuk dan keluarkanlah aku dengan sebenar-benarnya keluar serta jadikanlah dari-Mu kekuasaan bagiku yang memberikan pertolongan". Menurut beberapa ahli tafsir, doa ini dibaca Nabi Muhammad SAW waktu akan hijrah keluar dari kota Mekah menuju kota Madinah. Maka bila seseorang berhajatan dengan menyajikan Tumpeng, maksudnya adalah memohon pertolongan kepada Yang Maha Pencipta agar kita dapat memperoleh kebaikan dan terhindar dari keburukan, serta memperoleh kemuliaan yang memberikan pertolongan. Dan itu semua akan kita dapatkan bila kita mau berusaha dengan sungguh-sungguh. Tumpeng merupakan bagian penting dalam perayaan kenduri tradisional. Perayaan atau kenduri adalah wujud rasa syukur dan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas melimpahnya hasil panen dan berkah lainnya. Karena memiliki nilai rasa syukur dan perayaan, hingga kini tumpeng sering kali berfungsi menjadi kue ulang tahun dalam perayaan pesta ulang tahun. Dalam kenduri, syukuran, atau slametan, setelah pembacaan doa, tradisi tak tertulis menganjurkan pucuk tumpeng dipotong dan diberikan kepada orang yang paling penting, paling terhormat, paling dimuliakan, atau yang paling dituakan di antara orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. Kemudian semua orang yang hadir diundang untuk bersama-sama menikmati tumpeng tersebut. Dengan tumpeng masyarakat menunjukkan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan sekaligus merayakan kebersamaan dan kerukunan. Acara yang melibatkan nasi tumpeng disebut secara awam sebagai 'tumpengan'. Di Yogyakarta misalnya, berkembang tradisi 'tumpengan' pada malam sebelum tanggal 17 Agustus, Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara. Lauk – Pauk Tidak ada lauk-pauk baku untuk menyertai nasi tumpeng. Namun demikian, beberapa lauk yang biasa menyertai adalah perkedel, abon, kedelai goreng, telur dadar / telur goreng, timun yang dipotong melintang, dan daun seledri. Variasinya melibatkan tempe kering, serundeng, urap kacang panjang, ikan asin atau lele goreng, dan sebagainya. Dalam pengartian makna tradisional tumpeng, dianjurkan bahwa lauk-pauk yang digunakan terdiri dari hewan darat (ayam atau sapi), hewan laut (ikan lele, ikan bandeng atau rempeyek teri) dan sayur-mayur (kangkung, bayam atau kacang panjang). Setiap lauk ini memiliki pengartian tradisional dalam budaya Jawa dan Bali. Lomba merias tumpeng cukup sering dilakukan, khususnya di kota-kota di Jawa Tengah dan Yogyakarta, umtuk memeriahkan Hari Proklamasi Kemerdekaan. Variasi 1. Tumpeng Robyong - Tumpeng ini biasa disajikan pada upacara siraman dalam pernikahan adat Jawa. Tumpeng ini diletakkan di dalam bakul dengan berbagai macam sayuran. Di bagian puncak tumpeng ini diletakkan telur ayam, terasi, bawang merah dan cabai. 2. Tumpeng Nujuh Bulan - Tumpeng ini digunakan pada syukuran kehamilan tujuh bulan. Tumpeng ini terbuat dari nasi putih. Selain satu kerucut besar di tengah, tumpeng ini dikelilingi enam buah tumpeng kecil lainnya. Biasa disajikan di atas tampah yang dialasi daun pisang. 3. Tumpeng Pungkur - digunakan pada saat kematian seorang wanita atau pria yang masih lajang. Dibuat dari nasi putih yang disajikan dengan lauk-pauk sayuran. Tumpeng ini kemudian dipotong vertikal dan diletakkan saling membelakangi. 4. Tumpeng Putih - warna putih pada nasi putih menggambarkan kesucian dalam adat Jawa. Digunakkan untuk acara sakral. 5. Tumpeng Nasi Kuning - warna kuning menggambarkan kekayaan dan moral yang luhur. Digunakan untuk syukuran acara-acara gembira, seperti kelahiran, pernikahan, tunangan, dan sebagainya. 6. Tumpeng Nasi Uduk - Disebut juga tumpeng tasyakuran. Digunakan untuk peringatan Maulud Nabi. 7. Tumpeng Seremonial/Modifikasi Analisis : Norma dan Nilai Norma Norma-norma itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud perintah dan larangan. Perintah merupakan kewajiban bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik. Sedangkan larangan merupakan kewajiban bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik. Nilai Nilai adalah sesuatu yang berguna dan baik yang dicita-citakan dan dianggap penting oleh masyarakat oleh masyarakat. Sesuatu dikatakan mempunyai nilai, apabila mempunyai / kegunaan, kebenaran, kebaikan, keindahan dan religiositas. Dari artikel di atas mengenai “Tumpeng” terdapat pesan yang mengandung nilai dan norma, yaitu : A. Nilai Agama : Sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia mengadakan acara kenduri dan dilengkapi dengan tumpeng. Karena tumpeng merupakan bagian terpenting dalam perayaan kenduri. Maksud diadakannya acara ini adalah sebagai wujud rasa syukur dan terimakasih kita kepada Allah swt atas pemberian rezeki yang melimpah dan berkah lainnya. Meskipun tumpeng berasal dari tradisi purba masyarakat Indonesia yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam para hyang, atau arwah leluhur (nenek moyang), lalu setelah itu masyarakat Jawa menganut dan dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu, nasi yang dicetak berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung suci Mahameru, tempat bersemayam dewa-dewi. Tetap saja tumpeng dianggap penting oleh masyarakat Indonesia. Karena semenjak masuknya agama Islam di Indonesia, masyarakat sudah memiliki maksud dan tujuan yang berbeda. Maksud dan tujuan masyarakat Indonesia menjadikan tradisi tumpeng karena untuk menunjukkan rasa syukur mereka kepada Allah swt bukan karena untuk memuliakan gunung yang sebagai tempat bersemayam para hyang (arwah leluhur) ataupun untuk menyembah dewa-dewi. B. Norma Agama : Hampir seluruh masyarakat Indonesia mengenal tumpeng. Meskipun tradisi tumpeng telah ada jauh sebelum masuknya Islam ke pulau jawa, tradisi tumpeng sudah menjadi tradisi dan di anggap sebagai pesan leluhur mengenai permohonan pertolongan dan perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Acara tumpeng diadakan juga dimaksudkan untuk selalu ingat kepada Allah swt, untuk selalu menjalankan semua perintah-perintahnya dan meninggalkan semua larangannya. Dengan diadakannya acara kenduri atau tumpeng itu merupakan salah satu kegiatan yang baik karena bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur kita kepada Allah swt. Kita harus selalu ingat untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Allah swt, kita harus melakukannya dengan kegiatan yang positif, jangan melakukan dengan hal-hal yang negative. C. Nilai Sosial : Jika mengadakan acara kenduri, syukuran atau selamatan maka yang mempunyai acara tersebut akan mengundang semua orang untuk hadir dalam acara tersebut. Pada saat acara di mulai sebelum menikmati tumpeng, akan diadakan pembacaan doa terlebih dahulu. Lalu setelah itu para tamu bisa menikmati tumpeng tersebut bersama-sama. Mengundang semua orang untuk hadir dalam acara kenduri juga dimaksudkan untuk lebih mempererat tali silahturahmi dan membagi kebahagiaan kita kepada orang lain. Kita juga harus saling menjaga hubungan baik antar sesama manusia. D. Norma Kesopanan : Dalam kenduri, syukuran, atau slametan, setelah pembacaan doa, tradisi tak tertulis menganjurkan pucuk tumpeng dipotong dan diberikan kepada orang yang paling penting, paling terhormat, paling dimuliakan, atau yang paling d ituakan di antara orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. Kemudian semua orang yang hadir diundang untuk bersama-sama menikmati tumpeng tersebut. Dengan tumpeng masyarakat menunjukkan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan sekaligus merayakan kebersamaan dan kerukunan. Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Tumpeng http://asefts63.wordpress.com/materi-pelajaran/pkn-kls-7/norma-norma-yang-berlaku-dalam-kehidupan-bermasyarakat-berbangsa-dan-bernegara/ http://lanats46.blogspot.com/2011/03/nilai-dan-norma-dalam-kehidupan.html